Kamis, 21 Mei 2020

Extraordinary You


Hidup itu ibarat film. Ada tokoh utama, ada pemeran pembantu, ada pemeran ekstra, ada juga figuran yang lalu lalang. Boleh jadi kita adalah pemain pembantu, pemain ekstra, atau bahkan figuran dalam kehidupan orang. Tapi, kita adalah tokoh utama dalam kehidupan kita sendiri. 


Walau ada kemiripan, tapi ada perbedaan yang nyata. Kalaulah dalam film, naskah skenario ditulis oleh manusia, yang notabenenya makhluk. Serba terbatas, dihiasi khilaf, lupa. Sementara kehidupan kita, skenarionya dari Allah swt. Semua ketetapan yang menimpa kita adalah skenario terbaiknya walau kadang kita tak mampu melihatnya secara seksama. Bukankah Allah sudah katakan dalam firmannya yang diabadikan dalam al quran, "Boleh jadi kamu membenci sesuatu padahal ia baik bagimu. Dan boleh jadi kamu menyukai sesuatu padahal ia buruk bagimu. Allah mengetahui sedang kamu tidak mengetahui" (Tqs. Al baqarah: 216).


Dalam kehidupan kita, ada dua daerah yang menghiasinya. Pertama, daerah yang kita kuasai. Di dalam daerah ini, kita bebas memilih untuk melakukan aktifitas. Kita diberikan modal yang sama oleh Allah, diantaranya waktu dan akal. Apakah waktu yang Allah berikan ini optimal dimanfaatkan, atau malah disia-siakan? Apakah akal yang Allah berikan digunakan untuk memilah dan memilih aktifitas berdasarkan aturan Allah atau memilih sebatas hawa nafsu belaka? Dan semua pilihan yang kita lakukan dalam daerah ini akan dimintai pertanggungjawaban di hadapan Allah swt. Ya, ada hisab menanti. 


Kedua, daerah yang menguasai kita. Dalam daerah ini, tidak ada pilihan bagi kita. Kita diminta untuk bersabar menghadapi ketentuan ini. Contohnya, kalau di jalan kita sudah berhati-hati dalam mengemudi, tapi ternyata ada orang lain yang kurang hati-hati sehingga menyebabkan kecelakaan. Karena tidak ada campur tangan kita dalam daerah ini, maka Allah tidak akan meminta pertanggungjawaban atas yang terjadi pada daerah ini. 


Dari sini bisa disimpulkan agar ketika kita dihisab nanti kita selamat dari adzab. Maka kita harus menyesuaikan aktifitas dalam daerah pertama dengan aturan Allah swt. Tentu ini akan terasa berat kala pondasi iman belum kuat. Maka dari itu, yang harus senantiasa kita lakukan adalah mengokohkan pondasi iman. Agar ringan langkah kita menyesuaikan segala tindak tanduk dengan aturan sang Pencipta. 


Ingatlah, kita itu spesial, extraordinary. Kita bisa jadi lebih mulia dari malaikat. Kala kita mengoptimalkan modal yang Allah berikan dalam kehidupan ini untuk beribadah pada Nya, sesuai dengan karakter kita. Lihatlah kisahnya Abu Bakar As Shiddiq, yang sangat perasa. Ia yang menangis kala mengimami sholat. Tapi, tegas kala berhadapan dengan orang yang murtad juga munafik. Sebutlah Umar bin Khattab yang keberaniannya digunakan untuk berani menunjukkan kebenaran, berani mengakui kesalahan. Karena itu ia dijuluki Al Faruq (Sang Pembeda). Jangan lupa dengan Usman bin Affan yang pemalu. Malunya menyelimuti dirinya dari perbuatan maksiat dan dosa. Sampai Rasulullah pun malu padanya. Ada juga Ali bin Abi Thalib yang cerdas. Yang kecerdasannya dimanfaatkan untuk kepentingan agama Allah dan umat Islam. 


Untuk wanita, ada sosok Aisyah ra, yang cerdas, mudah mengingat. Ingatannya ia gunakan untuk meriwayatkan hadist. Juga sosok para muslimah kaum Anshor yang pemberani. Dalam artian berani meminta jatah pembekalan ilmu agama dari Rasul, juga berani bertanya pada Rasul mengenai permasalahannya. 


Kita, Allah ciptakan spesial, extraordinary, berbeda dari lainnya. Memang tujuan penciptaan kita sama, beribadah pada Allah. Tapi misi spesifiknya berbeda setiap orang, sebagaimana para sahabat dan shahabiyah berperan pada ranahnya, sesuai karakternya. Semuanya disatukan dalam tujuan yang sama, menggapai Ridho Allah saja. 


Jangan jual akhirat kita demi dunia yang fana dan sementara. Mari bersyukur pada-Nya dengan menjadi insan yang taat, yang bermanfaat dengan kespesialan kita. 


Wallahu'alam bish shawab. 


My ID is Muslimah

“Kamu jelek!”
“Kamu gendut!”
(My ID is Gangnam Beauty, Episode 1)

Perlakuan tidak menyenangkan dialami oleh Kang Mirae. Mulai dari ia sekolah dasar hingga sekolah menengah. Bukan karena perilakunya ia di bully, tapi karena penampilannya yang dianggap tidak menarik. Hingga akhirnya, ia bertekad untuk melakukan operasi plastik. Tampil lebih cantik. Agar bisa hidup dengan normal seperti yang lainnya. Tidak dibully. Weebtoon populer di tahun 2018 ini akhirnya diangkat ke layar kaca.

Cerita ini bukan kisah nyata. Tapi terinspirasi oleh berbagai kisah nyata di Korea sana. Negeri ginseng yang kini terkenal juga dengan negeri oplas terbaik di dunia. Bahkan, artis transgender asal Indonesia pun oplas di sana. Sampai ramai netizen bilang “mirip Barbie”.

Cantik itu..

Semua perempuan ingin tampil cantik. Dari ujung rambut sampai ujung kaki. Cantik dalam kacamata fisik, ragawi semata. Keinginan ini dieksploitasi. Oleh para pengusaha. Coba perhatikan, semua produk perawatan kecantikan. Komplit dari ujung rambut sampai ujung kaki hadir disekitar kita. Pengusaha yang berkecimpung di bidang kecantikan pun berlomba-lomba. Membangun brand image ‘cantik’ menurut mereka. Tentu yang mendukung dengan produk mereka. 

Pengusaha shampoo bilang cantik itu rambut hitam berkilau. Pengusaha lotion bilang cantik itu kulit kenyal, tak lengket, juga putih berseri. Pengusaha deodorant bilang cantik itu bebas basket dan burket. Jadi, kesimpulannya, definisi cantik itu tergantung dari kacamata pengusaha. Tergantung mereka jualan apa. Termasuk oplas. Mereka yang dapat keuntungan dari oplasnya kaum hawa akan getol mengkampanyekan oplas. Bisa via gambar, tulisan, komik, hingga drama layar kaca. 

Itu kalau cantik dilihat dari kacamata fisik. Tak akan ditemukan kebahagiaan hakiki di sana. Karena penghargaan yang rendah disematkan dalam dirinya. Ia berharga hanya karena parasnya, tubuhnya. Bukan karena apa yang ada pada dirinya, skill, karakter, ilmu, dan lainnya. Walau mengaku bahagia, tapi tak akan bertahan lama. Meski bangga pernah hinggap karena status ‘cantik’ secara fisik, ia pun akan luntur bersamaan dengan bergulirnya waktu. 

Cantik itu bukan prestasi yang harus dibanggakan. Ia anugerah yang diberikan Tuhan. Maka wajib disyukuri. Disyukuri dengan menggunakannya sesuai dengan apa yang Allah sukai. Menjaganya agar tetap dalam koridor syaria’t ilahi. Tak diumbar. Tidak juga diubah sesuai definisi cantik manusia. Rasulullah saw bersabda, "Allah melaknat wanita-wanita yang mentato dan yang meminta untuk ditatokan, yang mencukur (menipiskan) alis dan yang meminta dicukur, yang mengikir gigi supaya kelihatan cantik dan merubah ciptaan Allah." (H.R Muslim)

Muslimah Mulia dari Ujung Rambut sampai Ujung Kaki dalam Islam

Allah yang memberikan paras cantikmu. Allah juga yang menganugerahkan tubuh semampaimu. Allah akan meminta pertanggungjawaban atas tubuh itu. Digunakan untuk apa saja? Allah tak akan mempertanyakan warna kulit, hidung mancung atau tidak, ukuran tubuh dan yang sejenisnya. Karena ia ketetapan dari Allah. Kewajiban kita bersyukur dan ridho terhadap ketetapan ini. 

Allah muliakan kita, kaum hawa dari ujung rambut sampai ujung kaki. Bukan dilihat dari fisik. Jika ada yang mempunyai anak perempuan, Allah janjikan kebaikan di akhirat. Dari ‘Uqbah bin ‘Amir, dia berkata, “Aku pernah mendengar Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Barang siapa memiliki tiga orang anak perempuan, lalu dia bersabar dalam menghadapinya, serta memberikan pakaian kepadanya dari hasil usahanya, maka anak-anak itu akan menjadi dinding pemisah baginya dari siksa Neraka.” [HR. Al-Bukhari dalam kitab al-Adaabul Mufrad dan hadits ini shahih]

Setelah menikah, ia menjadi pelengkap setengah agama suaminya. Allah dan Rasul memerintahkan para suami untuk berlaku baik pada istrinya. “Orang beriman yang paling mulia keimanannya adalah orang yang paling baik akhlaknya. Dan orang yang paling baik di antara kalian adalah yang paling baik sikapnya pada istrinya.” (HR. At-Turmudzi)

Saat menjadi ibu, Islam muliakan ibu tiga kali lebih dulu dibandingkan ayah. Seorang sahabat bertanya tentang orang yang paling berhak untuk mendapatkan perlakuan baik, “Wahai Rasulullah, siapakah di antara manusia yang paling berhak untuk aku berbuat baik kepadanya? Rasulullah menjawab ; ‘Ibumu’, kemudian siapa? ‘Ibumu’, jawab beliau. Kembali orang itu bertanya, kemudian siapa? ‘Ibumu’, kemudian siapa, tanya orang itu lagi, ‘kemudian ayahmu’, jawab beliau.” (HR. Bukhari dan Muslim).

Sejarah mencatat betapa mulianya muslimah dalam naungan Islam, tanpa melihat fisik. Ummul Mukminin Aisyah ra menjadi pelajar dan pengajar yang hebat di masanya. Universitas Al-Qarawiyyin di Morroco yang terkenal sebagai Universitas pertama di dunia, didirikan tahun 859 M oleh seorang Muslimah bernama Fathimah Al-Fihri. Bahkan di akhir masa kekhilafahan Islam, pada masa kekhilafahan Utsmaniyyah, saat melakukan penelitian untuk pasukan penerbang negara, muncul nama penerbang perempuan pertama dalam Islam, Belkis Sevket Hanım (1913).

Get Your ID

Sadari identitas kita sebagai makhluk Allah. Sebagai muslimah. Yang mulia dalam Islam tanpa kacamata materi. Jangan sampai latah pada budaya dan pemikiran yang bukan bersumber dari Allah dan Rasul. Sudah saatnya kembali pada identitas kita sebenarnya. Mulia dengan identitas ini. Muslimah sejati. Hamba Ilahi Rabbi.
Wallahua’lam bish shawab 

Matinya Fitrah Ibu

(Sumber gambar: nakita) 

“I though about week later they might be dead. I didn’t feel like I should return home to save them”.

(japantimes.co.jp, 1/8/2010)

(Sumber gambar: Youtube) 

Sanae Shimomura, 23 tahun, tega mengunci kedua anaknya, Sakurako Hagi 3 tahun dan Kaede Hagi 1 tahun, di dalam apartemen. Ia meninggalkan anaknya selama berminggu-minggu. Hingga akhirnya kedua anak tersebut ditemukan sudah membusuk di dalam apartemen. Namun, sang ibu tidak menyesal atas kematian kedua anaknya.

----------------------------------------------------------------------------------

“Paman melakukan hal mengerikan padaku. Dia menaruh lipstik ibuku di bibirku. Dan mendorongku keras-keras. Lalu, ibu pulang. Ibu memukuliku, sambil berkata, aku kotor. Lalu, dia memasukkanku ke dalam keresek sampah. Dan membuang sampah kepadaku. Kemudian, ia menaruhku di luar rumah. Paman bilang, aku akan mati kalau tetap di dalam keresek sampah. Tapi, ibu malah bilang,’Aku tidak peduli! Malah bagus kalau begitu’”. (Mother, episode 14)

Real Story

Kematian  mengenaskan yang dialami oleh Sakurako dan Kaede bukan cerita belaka. Ia nyata. Kantor berita di negeri matahari terbit itu menggambarkan adik kakak Hagi ini ditemukan kurus kering. Dalam keadaan telanjang, terlentang diantara tumpukan sampah. Hasil autopsi mengatakan tak ditemukan sisa makanan dalam saluran cerna keduanya. Diduga, kedua anak Sanae ini meninggal karena kelaparan.

Kasus kekerasan terhadap anak oleh ibunya. Kasus pengabaian anak oleh ibunya. Dan kasus senada, kini kian sering terjadi. Bak musim jamur kala penghujan. Hingga saking banyaknya, diangkatlah ia menjadi film. Sebagaimana kasus pengabaian anak di atas diangkat menjadi sebuah film yang berjudul “Sunk into the Womb” pada tahun 2016.

Tak hanya di Jepang, Korea pun merilis film bergenre sama. Tentang penganiayaan anak oleh ibunya. Walau bukan kisah nyata. Drama “Mother” ini mewakili kisah kekerasan anak oleh ibu dan pasangannya yang juga menjamur di Korea sana. Tak cukup Jepang dan Korea, kasus yang sama pun terjadi di negeri kita tercinta. Indonesia. Hingga lahir salah satu filmnya tahun 2016, “Untuk Angelina”. Bukan hanya Jepang, Korea, Indonesia, tapi sebagian besar negara di dunia ini bisa jadi memiliki kasus yang serupa. Walau tak semuanya diadopsi ke layar kaca. 

Sedih. Iba. Marah. Benci. Semua bercampur rasa di dada. Heran seheran-herannya. Mengapa bisa ibu yang mengandung, melahirkan darah dagingnya sendiri begitu tega mengabaikan, menganiaya anaknya? 

Sekulerisme Biang Keladi

Berderet kasus pilu terjadi menimpa anak-anak tak berdosa. Alasannya pun terasa remeh. Ingin punya waktu luang. Merasa beban dalam mengurus anak. Apalagi suami tak membersamai. Hilang dengan wanita lain. Tak mau bertanggungjawab atas ibu dan buah hatinya.

Perempuan memiliki fitrah mencintai anak-anak. Mengasihi dan menyayangi anak-anak. Karena itu, pengasuhan diberikan kepada ibu. Bonding antara anak dan ibu pun terjadi lebih intens. Mulai dari proses kehamilan. Janin yang berada dalam tubuh ibu bisa merasakan apa yang ibu rasakan. Maka, sering kita dengar  kalau ibu hamil harus mengatur emosinya. Tidak boleh stress karena akan mempengaruhi kondisi janin. Hal ini berlanjut setelah melahirkan. Ibu harus menyusui sang bayi dalam hitungan jam. Ini adalah fase lanjutan bonding antara anak dan ibu. Demikian seterusnya. 

Bahkan pelukan dari orangtua, khususnya ibu bisa membawa keajaiban bagi sang buah hati. Kala demam melanda, pelukan skin to skin bisa membuat demam reda. Saat sakit menghampiri, pelukan bisa menstimulus keluarnya hormon endorphin. Hormon ini adalah natural pain killer. Hingga tak heran kala anak sakit, ia ingin selalu digendong, dipeluk, tak mau lepas dari ibu.

Sayangnya, fitrah ibu nan mulia ini telah rusak bahkan mati pada sebagian ibu. Bukan cinta yang hadir kala bersama anak, namun benci dan amarah. Karena menganggap anak sebagai beban, bukan anugerah. Ini hadir karena racun sekulerime mencengkram dalam benak manusia masa kini. 

Sekulerisme. Paham memisahkan agama dari kehidupan. Membuat hidup kering kerontang. Kering dari keimanan. Lemah tak berdaya karena tiada Rabb sebagai tempat bersandar. Tiada Rabb untuk tempat mengadu. Semua terasa berat karena dipikul sendiri. Tak punya tempat bernaung. Tak ada yang diandalkan. 

Sayangnya, paham ini laku keras saat ini. Agama jadi hal yang kuno untuk dibicarakan. Keberadaan Tuhan mulai dipertanyakan. Kewajiban pun terasa menjadi beban. Hingga terombang-ambinglah dalam kehidupan.

Kembali dalam Pelukan Agama

Coba kalau para ibu memiliki keimanan sekokoh karang. Badai sekencang apapun. Sebuas apapun. Para ibu akan bertahan. Karena dengan iman, ibu percaya, ada Allah bersama mereka. Allah, Rabb Pencipta Alam semesta dan seluruh isinya jauh lebih hebat daripada masalah kita. Dengan mendekat pada Allah, para ibu punya sandaran yang tak terkalahkan. 

Fitrah ibu pun akan tetap terjaga. Masalah finansial, akan yakin dengan konsep rezeki. Haqqul yakin bahwa rezeki itu dari Allah, bukan dari suami, dari atasan. Tentu diiringi dengan ikhtiar yang sesuai syaria’t Islam. Masalah rumah tangga, selama berpegang pada agama, insyaallah dinaungi oleh Allah swt. Bukan berarti rumah tangga tanpa masalah, tapi masalah akan terlihat kecil jika kita sudah yakin ada Allah yang Maha Besar. Allah akan tunjukkan solusi dari setiap permasalahan kita.

Sehebat apapun negara di mata dunia, tapi kalau sekulerime sudah bercokol disana. Lihat dan tunggulah kehancurannya. Mulai dari institusi negaranya, sampai ke institusi keluarga. Karena tak mau diatur oleh agama. Menganggap agama sebagai candu. Padahal aturan yang mereka buat penuh cela. Menimbulkan permasalahan di atas permasalahan lainnya. 

Sudah saatnya kita kembali dalam pelukan agama. Singkirkan racun pemisahan agama dari kehidupan dunia. Justru dunia kita butuh agama. Butuh aturan dari Rabb Pencipta Alam Semesta. Yang tak pernah salah memberikan aturan-Nya dalam mengatur dunia dan seisinya. Pun kita, harusnya percaya, bahwa aturan Allah itu yang terbaik bagi kita. 

Wallahua’lam bish shawab



Kocak : Review KMovie Mr. Zoo The Missing VIP


(Sumber gambar: asian wiki) 


Gimana jadinya kalau agen intelejen negara yang ga suka sama binatang harus bekerjasama dengan para binatang demi menyelamatkan negaranya? 


Kocak. Film drama komedi yang berdurasi 1 jam 54 menit ini sungguh menghibur. Film ini baru liris di Korea bulan Januari lalu dengan penjualan tiket 602 ribu di tengah wabah corona (13/3/2020, cnnindonesia.com). Sementara di Indonesia film ini baru rilis bulan Maret kemarin. 


Bagi pecinta drakor, mungkin tak akan asing dengan wajah Kim Seo Hyung yang sempat dikenal karena perannya di drama Sky Castle. Kali ini, ia duet dengan Lee Sung Min sebagai pegawai Badan Keamanan Nasional Korea. Dimana Kim Soe Hyung berperan sebagai General Manager Min, dan Lee Sung Min sebagai agen intelejen yang bernama Joo Tae-joo. Film Mr. Zoo ini menjadi salah satu tantangan untuk Kim Soe Hyung mengganti imagenya yang tegas di Sky Castle, menjadi santai dan humoris. 


(Sumber gambar: idn times jabar)


Karir Joo Tae-joo sedang Bagus. Ia dinominasikan mendapatkan promosi jabatan. Demi kenaikan pangkatnya,  ia pun mengajukan diri menjadi pengawal simbol perjanjian dari Cina untuk Korea. Sayangnya, simbol perjanjian ini berbentuk hewan, Panda, bernama Ming ming. Sementara Tae-joo terkenal tidak suka dengan binatang. 


Konflik dimulai ketika sang Panda diculik dan Tae-joo mengalami kecelakaan. Setelah sadar, Tae-joo mendapatkan sebuah kekuatan super. Apa itu? Ia tiba-tiba bisa bicara dengan hewan! 


(Sumber gambar: hancinema)


Shock karena anjing yang pernah mengencinginya bicara padanya, ikan di akuarium kantor menggosipkan tentang dirinya, sampai meminta ia untuk melarang orang membuang upil mereka ke dalam akuarium. 😆


Karena harus menyelamatkan Panda juga karirnya. Agen Tae-joo harus bekerja sama dengan para binatang, khususnya Ali, anjing militer jenis Shepherd German. Karena Ali-lah saksi mata si penculik. Proses penyelamatan tak begitu saja lancar.

 

(Sumber gambar: tribunnews) 

Tae-joo harus memotivasi Ali agar percaya diri dengan kemampuannya, apalagi ia sudah dianggap anjing militer yang gagal oleh pihak militer. Tae-joo pun belajar memperbaiki hubungannya dengan anak perempuan yang senang akan binatang, berbeda dengan dirinya. Dan ia pun lambat laun mulai sayang akan binatang. 


Sampai pertanyaan sang anak berbekas dalam diri Tae-joo. Banyak cerita mengisahkan binatang yang rela berkorban demi pemiliknya. Tapi, pernahkah pemiliknya berkorban demi binatang peliharaannya? 


Meski ada beberapa adegan yang membuat haru saat menontonnya. Tapi, secara keseluruhan, film ini penuh dengan adegan yang mengundang gelak tawa. 


Salah satu scene favorit saya adalah saat Tae-joo pergi ke kebun binatang, dan ia mendengar sang harimau menyanyi. Apalagi, saya tahu pengisi suara harimau itu, Kim Jong Kook. Penyanyi balad yang punya julukan 'Tiger'. Gerakan mulut dan lagunya sangat pas. 


(Sumber gambar: news break)


Selain tentu, scene di depan akuarium, saat Tae-joo berteriak menanyakan siapa yang membuang upil ke dalam akuarium. Haha. Geuleuh. Jorok. Kasian ikan-ikannya berenang dengan upil. 

(Sumber gambar: cnnindonesia) 

Dibalik para binatang di film ini, ada suara para aktor dan aktris ternama. Seperti Yoo In-Na yang mengisi suara Panda yang centil. Lee sun-kyun dan Lee Jung-eun kembali mengisi layar setelah sukses dengan film Parasite, disini mereka mengisi suara kambing hitam dan gorilla betina. 


Pesan yang didapat setelah menonton film ini untuk saya, yaitu kita harus menjaga hubungan antara manusia dan binatang. Baik kita pelihara atau pun tidak. 


Apalagi dalam agama Islam, kita diminta untuk saling menyayangi terhadap sesama makhluk, termasuk binatang. Para nabi pun mencontohkan demikian. Betapa nabi Sulaiman pun berhati-hati berjalan agar tak menginjak semut dan sarangnya. Nabi Muhammad saw pernah memelihara seekor kucing. Atau kisah anjing yang dijanjikan surga, Kitmir sang penjaga Ashabul Kahfi. 


Film ini cocok untuk dijadikan list tontonan keluarga bersama saat #dirumahaja. Banyak pelajaran yang didapat dan menghibur. Walau begitu, jangan biarkan anak-anak menonton film ini sendirian, karena ada adegan pukul-pukulnya walau tak banyak. Tetap dampingi anak-anak saat menonton, ya. 


Yuk, baca juga review teman-teman saya













Rabu, 20 Mei 2020

My Familiar Wife

(sumber gambar: asian wiki) 

"Kita menikah karena mencintai pasangan. Tapi, pasangan bisa menjadi musuh yang menyebalkan. Kita bertemu banyak musuh dalam hidup kita. Tapi, yang terkuat dan paling mengerikan adalah..istri ” (Cha Joo-Hyuk, Familiar Wife, episode 1)

(Sumber gambar: soompi) 

Drama korea tentang kehidupan suami istri ini menarik untuk dibahas. Drama Familiar Wife ini mengisahkan pasangan yang sudah lumayan lama menikah, dikaruniai dua balita, tengah terhimpit masalah finansial. Sehingga istri pun ikut membanting tulang. Istri yang merasa lelah harus mengurus dua balita juga bekerja, terganggu emosinya. Gangguan eksplosif intermiten. Marah di mana pun, kapan pun. Bahkan bisa sampai melukai orang. Hingga akhirnya, keajaiban terjadi. Time wrap. Sang suami kembali ke masa lalu dan mengambil pilihan yang berbeda. Salah satu perubahan dalam pilihannya, istrinya. Ia tidak menikah dengan istrinya, tapi cinta pertamanya. Mereka pun mulai menjalani hidup yang berbeda. Tapi, benarkah sang suami bahagia dengan pilihannya sekarang?

Dia Berubah

(sumber gambar: soompi) 

Banyak pasangan suami istri yang merasakan suasana berbeda dengan awal pernikahan. Syukur-syukur kalau perbedaan itu masih dalam ranah kebaikan. Tapi, lain cerita kalau seperti penggalan dialog drama di atas. Dalam kacamata suami, istri berubah menjadi monster. Tak lagi manis seperti awal pernikahan. 

Mengutip penyampaian Ummu Balqis, penulis, pengusaha, yang juga influencer masa kini. Coba beli tanaman Monstera yang paling cantik di bakul tanaman paling terkenal se-Indonesia. Bawa ke rumah, wah, cantik, hijau mempesona. Tapi, setelah itu, diamkan. Abaikan. Jangan dicabuti rumput liarnya. Jangan diberi pupuk. Jangan dipindahkan ke tempat cahaya yang cukup. Kunci saja dalam rumah. Walau setiap hari disiram air, tetap lambat laun akan menguning. Hilang pesonanya, lalu mati. Hal yang sama berlaku dengan istri.

Tanaman saja butuh perhatian dan treatment yang tepat agar tetap sehat, cantik dan mempesona. Apalagi manusia. Walau tiap hari dikasih makan, tapi berbulan-bulan bahkan bertahun-tahun tak diperhatikan, tak disayang-sayang, tak didengar pendapatnya, tidak diajak ngobrol. Lama-lama jadi stress dan hilang pesonanya. Apalagi kalau tiba-tiba suami bilang, “Kok istriku jadi jelek? Kusut? Tak menarik?”

Andilmu dalam Perubahannya

(Sumber gambar: hancinema) 

“Karena aku, dia jadi tidak bahagia. Dan kukira akulah yang berusaha lebih keras. Aku mengabaikan kebutuhannya dan menyuruh dia mengurusnya sendiri karena aku sibuk bekerja. Aku yakin dia menunjukkan tanda-tanda penderitaan. Seluruh tubuhnya pasti terasa sakit. Dulu, aku bertingkah seakan-akan bisa mencintainya selamanya. Dan sangat mencintainya hingga mau merelakan perasaanku. Kenapa aku bisa lupa?” (Cha Joo-Hyuk, episode 8)

Wahai para suami, berubahnya sikap istri pasti ada andil suami. Begitu juga sebaliknya. Setiap diri kita mendapat kewajiban dari Tuhan Semesta Alam. Salah satunya kewajiban tentang bersikap kepada pasangan. Istri, ialah tulang rusuk suami. Yang harus dibina dan diberi nutrisi ilmu dan iman, agar tak ‘bengkok’ berkepanjangan. Dirawat dengan penuh kelembutan dan kasih sayang. Agar tak patah ianya. 

Meneladani Rasul dalam Berumah Tangga

Contohlah sosok Rasulullah dalam memuliakan istri-istrinya. Beliau sang kekasih Allah, tak malu memberikan panggilan sayang kepada Aisyah. Humaira. Istri mana yang tak senang dapat panggilan sayang. Asal bukan panggilan yang merendahkan atau menghina. Si pendek, atau si gendut, misalnya.

Rasulullah saw, tak enggan berbagi makanan dan minuman dengan istrinya. Hingga dikabarkan “Rasulullah pernah minum di gelas yang digunakan Aisyah. Beliau pernah makan daging yang sudah digigit Aisyah” (HR Muslim).

Rasulullah pun, tak segan mengajak salah seorang istrinya jika melakukan perjalanan. Tidak seperti fenomena para suami masa kini yang lebih nyaman keluar rumah bersama teman, meninggalkan istri dan anaknya di rumah. 

Kala dilanda konflik pun, tak hilang romantis dari diri Rasulullah saw. Ketika sedang marah kepada Aisyah, beliau berkata, “Tutuplah matamu!” Kemudian Aisyah menutup matanya dengan perasaan cemas, khawatir dimarahi Rasulullah. Nabi berkata, “Mendekatlah!” Tatkala Aisyah mendekat, Rasulullah kemudian memeluk Aisyah sambil berkata, “Humairahku, telah pergi marahku setelah memelukmu.”  

Selalu ingatlah sabda nabi saw, “Orang yang imannya paling sempurna diantara kaum mukminin adalah orang yang paling bagus akhlaknya di antara mereka, dan sebaik-baik kalian adalah yang terbaik akhlaknya terhadap istri-istrinya” (HR. At Thirmidzi, Ibnu Majah)

Menyesal

“Aku menyesal karena tidak berlaku lebih baik. Tidak menyadari betapa berharganya ia. Aku menyesal, merasa bersalah, dan merindukannya. Maafkan aku” (Cha Joo-Hyuk, episode 8)

Jangan sampai menyesal kemudian atas laku yang kita lakukan. Ingat selalu Allah memberikan kita pasangan yang sesuai dengan kebutuhan kita. Ia pasti yang terbaik dari Allah untuk kita. Syukuri keberadaan pasangan kita, dengan meneladani Rasul. Menjaganya dan diri agar tetap berada dalam ridho Allah. Membinanya, memupuk iman dan taqwanya, menasehatinya dengan lemah lembut. 

Semoga Allah menjadikan kita pasangan yang menjadi penyejuk hati bagi pasangan kita. Semoga Allah himpunkan kita kembali di surga-Nya nan abadi nanti.

Wallahua’lam bish shawab.  

Tulisan yang bikin suami mendelik-delik waktu baca 2 paragraf awal. Tenang, pak. Bukan ngomongin bapak kok. 😉

Minggu, 17 Mei 2020

Review Film Korea EXIT (2019)




(Sumber gambar: kumparan.com)


"Bisa jadi, suatu hari nanti hobimu bisa menyelamatkan dirimu dan orang lain."

Itu kesan saya setelah melihat film EXIT. Film yang sukses mendapatkan beberapa penghargaan, diantaranya Blue Dragon Film Award for Best Director dan Blue Dragon Film Award Technical Award. Yang terbaru, film ini masuk ke dalam nominasi best film Baeksang Arts Awards ke 56. Jo Jung Suk sebagai pemeran utama pria dalam film EXIT pun ikut masuk dalam daftar nominasi sebagai best actor. 

Film EXIT ini bergenre laga komedi atau lebih tepatnya bencana yang dibalut komedi, menjadi film yang seru ditonton bersama keluarga. Film berdurasi 103 menit yang dibumbui romance ini bisa jadi salah satu alternatif film yang ditonton bersama anak, karena tak ada adegan kekerasan, juga adegan dewasa yang mengarah pada adegan tak pantas. Justru film ini mengandung value keluarga. 

Film ini menceritakan tentang Yong-Nam (Jo Jung Suk) yang seorang pemanjat dinding terbaik di kampusnya. Sayangnya, setelah lulus kuliah ia menjadi seorang pengangguran bertahun-tahun. Ia masih menumpang hidup pada orangtuanya, ini yang membuat saudara-saudaranya gemas adanya sementara ia anak laki-laki satu-satunya di keluarga.

Saat ulang tahun ibunya yang ke 70, Yong Nam bersikeras merayakannya di Hotel Dream Garden yang jauh dari rumahnya. Ternyata itu karena , Eui Ju (Lim Yoona), gebetannya saat kuliah, bekerja di hotel tersebut. Eui Ju dan Yong Nam pernah aktif bareng dalam klub panjat dinding. Yong Nam pun pernah menyatakan perasaannya pada Eui Ju, yang berakhir dengan tangisan histeris di halte bus karena ia ditolak. 

(Sumber gambar: Koogle TV)

Di hari yang berbahagia untuk keluarga Yong Nam, bencana terjadi. Asap misterius yang berbahaya menyelimuti kota. Yong Nam dan keluarganya juga Eui Ju bertahan di hotel. Namun, tak bisa lama-lama, karena asap semakin naik. Mereka harus segera ke atap! Malangnya, pintu atap terkunci, didobrak pun pintu tak bergeming. Yong Nam akhirnya menggunakan kemampuan panjat dindingnya untuk menyelamatkan dirinya, keluarganya, juga gebetannya. Panik! Apalagi salah satu kakaknya dalam keadaan tak sadarkan diri karena terjatuh dan menghirup sedikit gas beracunnya. Ini hanya satu krisis diantara banyak krisis di film ini. 

Masih ada krisis saat tim penolong tak bisa mengangkut mereka semua, sehingga Yong Nam dan Eui Ju harus berusaha sekuat tenaga pindah ke tempat yang lebih tinggi untuk mendapatkan pertolongan. Dan krisis lainnya yang sukses membuat saya ikut deg degan. Yakin sih, para pemeran utama akan selamat. Tapi, gemes melihat proses bagaimana akhirnya mereka bisa selamat. 


(Sumber gambar: asianwiki.com) 

Menonton Yong Nam dan Eui Ju yang banyak berlari, memanjat bahkan beberapa kali hampir terjatuh untuk menghindari asap sungguh menambah tegang suasana. Stamina mereka sungguh diuji dalam film ini. 

Tak cuma deg degan, film ini diselingi tingkah kocak para pemainnya. Dua adegan yang berkesan tuk saya, adalah saat Yong Nam yang sedang merapikan rambutnya tiba-tiba ibunya datang dan mengacak-acak rambutnya. Tak berhenti disitu,sang ibu pun mengambil foto Yong Nam yang tengah kesal karena rambutnya berantakan dan berkata, "Sudah. Gaya seperti ini yang paling cocok untukmu." Hehe

(Sumber gambar: kpopchart) 

Tingkah ayahnya Yong Nam pun tak kalah kocak. Ayah Yong Nam dan para ayah sepuh lainnya yang bertemu di RS, nekat mendekat ke daerah berasap naik taxi. Mereka bertemu reporter yang memakai drone untuk memantau kondisi. Sang ayah yang sudah sepuh ini menyogok reporter agar bisa ikut melihat kondisi Yong Nam. 

Adegan keluarga ini membuktikan, sudah jadi sebesar apapun kita, orangtua masih khawatir akan kita. Tanda Cinta mereka yang tak bisa kita balas dengan cara apapun. 

Selain itu, film ini menggambarkan kecanggihan teknologi di negeri ginseng sana. Penggunaan drone yang membantu pengusiran asap, penunjuk jalan, sampai live streaming ke kantor berita, diceritakan sangat lancar. Padahal, keadaan tengah dalam bencana. Seperti pandemi corona yang terjadi saat ini,  betapa pemerintah Korea Selatan terlihat sangat sigap dibanding negeri ini. Kalau dibandingkan saat bencana pun, sinyal komunikasi Indonesia akan segera hilang, terputus. 

Film ini ditutup dengan ending yang mudah ditebak, semua selamat. Hanya saja, saya merasa film ini terlalu diburu-buru. Krisisnya terlalu cepat selesai. Tapi, secara keseluruhan film ini cukup mengasyikkan untuk ditonton bersama keluarga. 


Baca juga review film ini dari teman-teman saya.

Litha

Imawati

Lendyagasshi

Gita

Risna

Alienda

Dwi Tobing